Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution)
Suatu lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli."
1. Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu frasa yang paling umum terdengar dalam kehidupan bermasyarakat, pengertiannya pun bermacam-macam. Dalam aktivitas jual-beli konvensional, suatu negosiasi dapat diartikan sebagai proses tawar menawar harga yang dilakukan oleh penjual dan pembeli. Adapun juga dalam hal pemberian upah, negosiasi dapat diartikan sebagai suatu proses tawar menawar antara pemberi kerja dan penerima kerja dalam hal menentukan upah. Dari pengertian tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar oleh masing-masing pihak untuk mencapai suatu kesepakatan. Setelah suatu kesepakatan tercapai, adakalanya hasil negosiasi tersebut tertuang dalam suatu kesepakatan secara tertulis, yang ditandatangani oleh para pihak.2. Mediasi
Dasar hukum mediasi adalah PERMA No. 1 tahun 2016 tentang mediasi. Dalam pasal 1 angka 1 tertulis bahwa Mediasi adalah merupakan penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Fungsi dari adanya mediator selaku pihak ketiga ini antara lain untuk memberi masukkan-masukkan kepada para pihak yang bersengketa. Mediasi pada dasarnya ada dua jenis, yakni mediasi di Pengadilan dan mediasi diluar pengadilan. Meskipun di Pengadilan Negeri terdapat fasilitas mediasi, namun mediasi di Pengadilan cenderung tidak berhasil, karena pada dasarnya masing-masing pihak yang bersengketa di Pengadilan sudah memiliki tekad yang kuat untuk menyelesaikan sengketanya melalui proses peradilan, bukan melalui mediasi.3. Konsiliasi
Konsiliasi merupakan upaya penyelesaian sengketa dengan cara melibatkan pihak ketiga (yaitu konsiliator) yang memiliki kewenangan untuk memaksa para pihak untuk mematuhi dan menjalankan hal yang diputuskan oleh pihak ketiga.[1] Dalam Pasal 1 angka 7 UU No 2 Tahun 2004, yang dimaksud dengan Konsiliasi Hubungan Industrial merupakan penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Dalam menjalankan tugasnya, konsiliator hanya memiliki kewenangan untuk menyelesaikan suatu sengketa yang masuk dalam wilayah hukumnya. Sehingga tidak memungkinkan untuk meminta bantuan konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi wilayah jakarta untuk menjadi konsiliator pada suatu sengketa yang terjadi di wilayah Jayapura, dan demikian sebaliknya. Berdasarkan Pasal 23-24 UU Nomor 2 Tahun 2004, Apabila dalam suatu konsiliasi terjadi suatu kesepakatan, maka dibuatlah suatu akta perjanjian bersama yang nantinya akan ditandatangani oleh para pihak. Namun jika ternyata tidak tercapai suatu kesepakatan, maka konsiliator akan membuat suatu anjuran tertulis yang ditujukan oleh kedua pihak, yang nantinya jika anjuran tertulis tersebut disetujui oleh para pihak, maka konsiliator akan membantu para pihak untuk membuat suatu perjanjian bersama. Apabila anjuran tertulis tersebut ditolak, maka para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
4. Arbitrase
Menurut Pasal 1 angka 1 UU nomor 30 Tahun 1999, yang dimaksud dengan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sebagai suatu penyelesaian sengketa diluar pengadilan, Arbitrase memiliki “kekuatan” yang lebih besar dibandingkan ADR lainnya. Hal tersebut dikarenakan setiap perjanjian yang mencantumkan klausul arbitrase, akan meniadakan hak dari pengadilan untuk memeriksa apabila terjadi sengketa terhadap perjanjian tersebut.[2] Hal ini diperkuat pula dalam pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase. Segala bentuk sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian, tidak dapat juga diajukan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Contoh dari sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase adalah sengketa yang terdapat unsur pidana.[1] Jimmy Joses Sembiring, Cara menyelesaikan sengketa diluar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase), Cet. 1 (Jakarta: Visimedia, 2011), hlm. 46.
[2] Berdasarkan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards, sebagaimana telah diratifikasi oleh negara Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981.
0 Response to "Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution)"
Posting Komentar